pengertian Wudhu

1. Pengenalan Kitab Fathul Mu‘in

Kitab Fathul Mu‘in merupakan salah satu kitab fiqih madzhab Syafi‘i yang sangat populer di dunia Islam, khususnya di pesantren-pesantren di Indonesia. Kitab ini ditulis oleh Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari (wafat 987 H), seorang ulama besar dari Malabar, India Selatan.

Kitab ini merupakan syarah (penjelasan) dari kitab Qurratul ‘Ain bi Muhimmatid Din, juga karya beliau sendiri. Fathul Mu‘in banyak dijadikan rujukan dalam memahami hukum-hukum fiqih, karena penjelasannya ringkas, padat, dan menyajikan pendapat kuat dalam mazhab Syafi‘i. Banyak kitab lain yang men-syarah Fathul Mu‘in, seperti I’anatuth Thalibin karya Syaikh Abu Bakar bin Syatha ad-Dimyathi.

2. Pengertian Wudhu Secara bahasa, wudhu (الوضوء) berarti an-nazhafah wa al-hasan yaitu kebersihan dan keindahan. Secara istilah, menurut Fathul Mu‘in:

الوضوء هو استعمال ماء طهور في الأعضاء الأربعة بنية

“Wudhu ialah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada empat anggota tubuh tertentu disertai dengan niat.” (Fathul Mu‘in, hal. 11)

Wudhu merupakan salah satu bentuk thaharah (penyucian diri) yang menjadi syarat sah bagi beberapa ibadah, seperti shalat dan thawaf.

3. Syarat-Syarat Wudhu Dalam Fathul Mu‘in, disebutkan bahwa wudhu tidak sah kecuali dengan terpenuhi beberapa syarat. Di antaranya:

  • Islam — Orang kafir tidak sah wudhunya.
  • Tamyiz (dapat membedakan baik dan buruk) — Anak kecil yang belum mumayyiz tidak sah wudhunya.
  • Air yang digunakan adalah air suci lagi menyucikan (ṭahūr).
  • Tidak ada hal yang menghalangi air sampai ke kulit seperti cat, lem, atau najis.
  • Mengetahui kewajiban wudhu (bagi orang yang belum tahu, wudhunya tidak sah menurut sebagian ulama).
  • Masuk waktu bagi orang yang selalu berhadats (seperti perempuan istihadhah) bila wudhunya dilakukan untuk shalat fardhu.

    4. Rukun Wudhu

    Menurut Fathul Mu‘in, rukun (fardhu) wudhu ada enam, yaitu:

  • Niat — ketika membasuh muka.

    Dalilnya: “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Membasuh wajah — dari tempat tumbuh rambut kepala bagian atas sampai dagu, dan dari telinga ke telinga.
  • Membasuh kedua tangan hingga siku.
  • Mengusap sebagian kepala. Cukup sebagian kecil saja menurut mazhab Syafi‘i.
  • Membasuh kedua kaki hingga mata kaki.
  • Tertib — yaitu melaksanakan rukun-rukun tersebut secara berurutan sebagaimana yang disebutkan.

    Dalil umum rukun-rukun ini adalah firman Allah SWT:

    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

    “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku, dan usaplah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki.” (QS. Al-Ma’idah: 6)

    5. Wajib dan Sunnah dalam Wudhu

    A. Yang Wajib dalam Wudhu Wajib dalam wudhu adalah enam rukun sebagaimana disebutkan di atas. Bila salah satunya ditinggalkan, maka wudhu tidak sah.

    B. Sunnah-Sunnah Wudhu Fathul Mu‘in juga menjelaskan berbagai amalan yang disunnahkan dalam wudhu, di antaranya:

  • Membaca basmalah sebelum memulai wudhu.
  • Membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke bejana.
  • Berkumur dan istinsyaq (memasukkan air ke hidung).
  • Menyela-nyela jenggot yang tebal dan jari-jari tangan serta kaki.
  • Mendahulukan anggota kanan dari kiri.
  • Mengulang setiap basuhan hingga tiga kali.
  • Berurutan (muwalat) tanpa jeda lama antar basuhan.
  • Menghadap kiblat dan tidak berbicara selama berwudhu.
  • Membaca doa setelah wudhu, seperti: “Asyhadu an laa ilaaha illallah wahdahu laa syarika lah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh. Allahumma aj‘alni minat-tawwabina waj‘alni minal-mutathahhirin.”

    6. Tertib dalam Wudhu Tartib (berurutan) termasuk rukun dalam wudhu menurut mazhab Syafi‘i. Artinya, setiap anggota harus dibasuh sesuai urutan dalam ayat Al-Ma’idah: 6 — yaitu:

  • Wajah
  • Tangan
  • Kepala
  • Kaki

    Jika mendahulukan anggota belakang (misalnya membasuh tangan sebelum wajah), maka wudhunya tidak sah.

    Dalam Fathul Mu‘in dijelaskan:

    ويجب الترتيب بين الأعضاء كما ورد في الآية، فلو قدم عضواً على آخر لم يصح وضوؤه.

    “Wajib tertib antara anggota wudhu sebagaimana urutan dalam ayat. Jika mendahulukan satu anggota atas yang lain maka tidak sah wudhunya.” (Fathul Mu‘in, hal. 12)

    7. Hikmah dan Makna Spiritual Wudhu Selain sebagai penyucian fisik, wudhu memiliki makna rohani yang mendalam. Dengan wudhu, seorang Muslim menyucikan diri dari dosa-dosa kecil sebagaimana disebut dalam hadis:

    “Apabila seorang hamba berwudhu, maka dosa-dosanya keluar dari anggota tubuhnya bersama tetesan air terakhir dari wudhunya.” (HR. Muslim, no. 244)

    Dengan demikian, wudhu bukan hanya persiapan jasmani untuk shalat, tetapi juga penyucian rohani agar seorang hamba hadir di hadapan Allah dalam keadaan suci lahir dan batin.

    8. Penutup

    Fathul Mu‘in menunjukkan keseimbangan antara aspek hukum, adab, dan makna batin dalam ibadah wudhu. Dengan memahami syarat, rukun, dan sunnahnya, seorang Muslim dapat melaksanakan wudhu dengan sempurna — bukan hanya sah secara fiqih, tetapi juga menghadirkan kekhusyukan dan kebersihan hati di hadapan Allah SWT.

    Daftar Rujukan

  • Al-Malibari, Zainuddin bin Abdul Aziz. Fathul Mu‘in bi Syarhi Qurratil ‘Ain bi Muhimmatid Din. Beirut: Dar al-Fikr.
  • Asy-Syatha ad-Dimyathi, Abu Bakar. I’anatuth Thalibin ‘ala Halli Alfaz Fathil Mu‘in.
  • Al-Qur’an al-Karim, QS. Al-Ma’idah: 6.
  • Shahih Muslim, Kitab Thaharah, hadis no. 244.

    Ikuti Kaffah Media di Telegram

    Dapatkan artikel dakwah, kajian, dan berita Islami terbaru langsung di ponsel Anda.

    Telegram Gabung ke Kanal Kami
    atau kunjungi www.kaffahmedia.web.id

    ✦ Kaffah Media — Wawasan, Dakwah, Kajian, dan Berita Islami ✦

  • Posting Komentar

    Lebih baru Lebih lama

    Formulir Kontak